Kendala pembangunan voip
Untuk deploy layanan VoIP di Indonesia secara massal (public) adalah sulit. Adalah kenyataan bahwa lebih mudah menjadi distributor perangkat keras VoIP ketimbang berbisnis di bidang VoIP itu sendiri.
Berbeda dengan penyedia jasa Internet, adalah mudah membuat ISP sendiri, kendati modalnya besar, tetapi ISP cukup semarak kehadirannya di Indonesia. Dan yang memilih berbisnis diperangkat keras internet pun tak kurang sedikit jumlahnya.
Rupanya ada beberapa faktor yang menjadi latar belakang permasalahan. Beberapa yang kelihatan secara kasat mata dituliskan disini.
Hambatan:
- NAT Traversal
- Banyak pengguna akan berada di belakang NAT, sedangkan SIP (yang menjadi pilihan banyak ITSP) tidak di-design untuk kondisi seperti ini, untuk itu diperlukan fungsi NAT traversal.Menggunakan OSS, NAT traversal terdapat di Asterisk dan SER + MediaProxy.
- Banyaknya kemungkinan seseorang berada di belakang NAT atau tidak, menyebabkan Proxy harus dikonfigurasi agar selalu menjadi media gateway.
- Proxy menjadi media gateway menyebabkan topologi jaringan berbasis SIP tidak dapat P2P untuk transfer media, hal ini berakibat penyedia jasa harus memiliki bandwidth minimal sebesar N x 2R.
- N: Jumlah komunikasi simultan yang ditangani Proxy
- R: Bandwidth per channel
- 64 concurrent communication dengan codec G729 menyebabkan penyedia jasa harus memiliki bandwidth sebesar 64 x 2 x 31.2 kbps (2 Mbps upload dan 2 Mbps download)
- PSTN gateway
- PC-to-PC (device-to-device) kurang menarik
- Anggapan VoIP adalah teknologi yang membuat biaya telekomunikasi menjadi murah, menyebabkan penyedia jasa dituntut harus memiliki gateway ke PSTN
- Belum banyak yang mempunyai akses Internet 24 jam, menyebabkan VoIP digunakan hanya bila diperlukan
- Regulasi pemerintah kurang jelas dan kurang akomodatif
- Permasalah disisi pengguna
- Perangkat VoIP (non-softphone) relatif mahal
- IP Phone minimal USD 120
- USB Phone minimal USD 25
- ATA minimal USD 60
- ITG minimal 180
- Softphone dengan codec G.729 dan/atau G.723 berbayar (dan relatif mahal)
- Alternatif codec adalah GSM dan iLBC
- Tetapi, perangkat VoIP belum banyak yang dilengkapi codec GSM atau iLBC
- Dan, semua perangkat (User Agent) dilengkapi codec G711, menyebabkan komunikasi akan berlangsung menggunakan codec G711 sebagai default (pilihan terakhir)
- Codec G711 membutuhkan bandwidth per channel sebesar minimal 87.2 kbps
- Biaya Internet masih relatif lebih mahal, adapun yang relatif murah kurang mendukung untuk VoIP (bandwidth tidak cukup, jitter sering, delay besar)
- Perangkat VoIP (non-softphone) relatif mahal
Teknologi rendah dan infrastruktur kurang memadai, regulasi kurang jelas dan tidak akomodatif, pasar yang masih bisa dikatakan buta tentang fungsi dan kegunaan teknologi VoIP. Keseluruhan permasalah tersebut masih kental kita rasakan di Indonesia.
Untuk itu beberapa hal perlu dilakukan agar hambatan-hambatan diatas segera teratasi, antara lain:
- Edukasi pasar
- Giatkan pembangunan jaringan VoIP untuk CUG
- Antar kampus
- Antar sekolah
- Antar kantor
- Antar instansi pemerintah
- Seminar, workshop, training seputar VoIP
- Giatkan pembangunan jaringan VoIP untuk CUG
- Perbaikan infrastruktur untuk Internet
- Regulasi yang jelas dan akomodatif
- Tugas praktisi ICT untuk memberikan masukan dan usulan yang memihak rakyat banyak
- Tugas pemerintah untuk mendengarkan, mempertimbangkan masukan dan usulan, dan menetapkan peraturan yang pro rakyat banyak
Edukasi pasar adalah yang sedang dilakukan oleh VoIP Rakyat. Dengan segala daya upaya VoIP Rakyat berusaha menghadirkan ke tengah masyarakat kita teknologi VoIP yang sedang bersinar di negara-negara maju. Indonesia boleh saja tertinggal, tetapi jangan berhenti sampai disini, tetap berjalan dan berusaha berlari mengejar ketinggalan.
Sisa solusi dikembalikan ke masing-masing pemain di dunia ICT, mampukah kita menghadirkan teknologi yang pro-rakyat-banyak ini sesegera mungkin.
Nama : Hendri/13142135/IF7AI
Dosen : Suryayusra,.S.M.Kom
Program studi : Teknik informatika/Ilmu komputer/Binadarma Palembang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar